Senin, 22 Oktober 2018

KHITAN ( Apakah khitan itu wajib atas setiap muslim Laki-laki maupun Perempuan ??? )

Sumber gambar      :   www.republika.co.id

           Khitan, Para ulama banyak memberikan fatwa tentang masalah Khitan mereka menyebutkan pendapat berbagai mazhab yang berbeda-beda, dan arti secara harfiah khitan atau Sunat adalah tindakan memotong atau menghilangkan sebagian kulit penutup alat kelamin pada pria. Sedang khitan bagi perempuan dilakukan dengan cara memotong sepotong daging (klitoris) yang terletak diatas kemaluannya, sepotong daging itu berbentuk seperti biji  atau seperti jengger ayam jago, Di dalam menghitan perempuan , hendaknya hanya memotong bagian atas klitorisnya dan tidak memotong semuanya.
            Diriwayatkan bahwa seorang Perempuan akan menghitan seorang wanita di Madinah, lalu Rasulullah SAW bersabda kepada Perempuan itu " Janganlah engkau memotong habis, karena benda itu membawa kebaikan bagi wanita.". Namun jika beberapa keadaan terbukti bahwa mengkhitan perempuan tidak membawa kemaslahatan bagi mereka, maka tidak mengapa meninggalkannya, sebagaimana yang ditetapkan oleh para ahli fikih.
           Dan berikut ini beberapa ringkasan pendapat dari para ulama dan ahli fiqih mengenai khitan, yaitu menurut Mazhab Syafi'iyyah menetapkan bahwa khitan wajib bagi laki-laki dan perempuan, sementara Mazhab Hanabilah atau Hambali menetapkan bahwa khitan hanya wajib bagi laki-laki dan bagi Perempuan hukumnya Sunnah, Adapun menurut Mazhab Hanafiyah dan Mazhab Malikiyah berpendapat bahwa Khitan hukumnya Sunnah bagi Laki-laki dan Perempuan.
              Para ahli fikih menjelaskan, Khitan atau sunat adalah salah satu perkara fitri atau suci yang diwariskan sejak dahulu dan telah dilakukan atau diamalkan oleh bapak para Nabi yaitu Nabi Ibrahim AS. Masalah khitan juga telah disebutkan pada beberapa Hadits Nabi Muhammad SAW yang berbicara mengenai bab sunah bersesuci.
Ada sebagian orang memandang bahwa khitan adalah suatu kebiasaan Islam yang membawa kemaslahatan terutama bagi Laki-laki, karena dengan tidak dikhitan, penis seorang laki-laki akan menjadi tempat berkumpulnya berbagai kotoran atau kuman yang mengakibatkan penyakit yang berbahaya. 
Dan kesimpulannnya menurut saya mengenai khitan ini terutama untuk laki-laki adalah sesuatu yang dibutuhkan atau wajib sebab hal tersebut dilakukan untuk menghilangkan kotoran juga untuk menuju kebersihan dari najis serta syarat untuk shalat juga harus suci dari najis. 



Rabu, 17 Oktober 2018

ISTINJA' (Membersihkan dua lubang kemaluan) DENGAN KERTAS TISU, APAKAH DIPERBOLEHKAN MENURUT ISLAM

sumber gambar  : https://kumparan.com/@kumparanstyle/ 

           Istinja' atau membersihkan dua lubang yaitu Dubur dan alat kelamin dengan kertas Tisu apakah diperbolehkan menurut Islam, Sebagian dokter berpendapat bahwa beristinja' atau membersihkan dua jalan kotoran (dubur dan alat kelamin pria atau wanita ) dengan air dan menggunakan tangan akan menyebabkan seseorang terkena penyakit disentri dan akan menular kepada orang lain, mereka memberi nasehat untuk menggunakan kertas tisu pembersih yang biasa ada di WC atau toilet. Apakah itu diterima Islam ? dan apakah boleh menggabungkan penggunaan kertas tisu pembersih dengan penggunaan air di dalam   beristinja'???.
           Agama Islam adalah agama yang mementingkan tujuan dan bukan agama yang hanya mementingkan kulit luar saja, Dari ruh agama islam secara umum dapat kita pahami bahwa tidak masalah beristinja' dengan menggunakan kertas tisu yang biasa ada di WC atau toilet, jika kertas tisu tersebut dapat membersihkan dan menghilangkan najis karena tujuan dari istinja' adalah membersihkan tempat keluarnya najis dan menghilangkan najis, serta sebisa mungkin menghilangkan rasa sakit dengan menggunakan alat pembersih. Kata istinja' sendiri secara bahasa berasal dari kata " Naja' " yang berarti " memutus " (qata'a) sehingga seolah-olah orang yang beristinja' adalah orang yang mencabut rasa sakit dari dirinya dengan istinja' itu.
           Istinja' sendiri menurut syariat hukumnya sunnah muakkad ( Sunnah yang ditekankan) dan Makruh apabila ditinggalkan, bahkan pada beberapa keadaan hukumnya wajib, sebagaimana yang di jelaskan di dalam kitab-kitab fiqih. Asalnya beristinja' itu dengan menggunakan air dan batu, adapun beristinja' dengan batu di dalam fikih di kenal dengan istilah istijmar, Berkenaan dengan itu terdapat hadis yang mengatakan :
" Barang siapa yang beristinja' dengan batu, maka harus ganjil, barang siapa melakukannya, maka baik dan barang siapa yang meninggalkannya maka tidak megapa ".     
Para ahli fikih mengatakan bahwa yang dimaksud dengan batu juga termasuk benda-benda yang sepertinya, yaitu benda yang suci, dapat menghilangkan najis dan kurang seberapa harganya, tanah, tanah liat, kapas dan bulu domba, juga di syaratkan bahwa benda-benda tersebut suci mensucikan prinsipnya.   
" Pembersihan adalah tujuan dari beristinja' karena itu harus di pilih alat yang lebih higienis dan lebih terhindar dari pengotoran". Anda dapat saksikan disini bahwa fikih islam sangat memperhatikan rincian alat-alat yang kita gunakan di dalam beristinja'. 
           Untuk menjelaskan kepada kita mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, para ahli fikih menetapkan bahwa makruh beristinja' dengan menggunakan tulang, kotoran kering, kertas yang ada tulisannya dan bernilai atau batu yang telah digunakan sebelumnya oleh orang lain untuk beristinja' ( karena berarti batu itu sudah tidak menyucikan lagi dan dikhawatirkan menularkan kuman ), Batu bata, keramik, kaca dan semua benda yang mempunyai nilai dan dapat di manfaatkan, jika seseorang beristinja' dengan menggunakan benda-benda diatas maka istinja'nya sah walaupun yang utama adalah menggunakan benda yang lain dari itu.  
            Ulama salaf ( tradisionalis) kita telah memberikan fatwa tentang hal ini jauh lebih jelas mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan batu yang layak di gunakan untuk beristinja' ialah semua benda yang padat dan suci, dapat menghilangkan najis dan tidak terhormat. Mereka menyebutkan benda padat ini dengan banyak macamnya, salah satunya adalah kertas itu harus murah, tidak terlalu bernilai dan tidak menyebabkan seseorang rugi karena menghilangkannya, ini merupakan pertimbangan ekonomi dari mereka.
Mereka juga mensyaratkan bahwa di dalam kertas itu tidak boleh ada tulisan, karena agama islam memuliakan tulisan dan Ilmu pengetahuan. Berikut ini ada beberapa pendapat para ulama ahli fikih yaitu :

a. Salah satu teks atau pendapat dari ahli fikih Mazhab Hanafiyah tentang masalah ini.
              Makruh hukumnya beristijmar dengan sesuatu yang terhormat menurut agama, sebagaimana yang telah ditetapkan di dalam Sahih Bukhori dan Sahih Muslim, tentang menghilangkan harta. Adapun yang termasuk sesuatu yang terhormat menurut agama ialah Bagian tubuh manusia, walaupun orang kafir atau sudah jadi mayat, Kertas yang ada tulisannya walaupun hanya potongan-potongan huruf yang tidak ada artinya karena huruf itu terhormat,begitu juga kertas yang tidak ada tulisannya namun banyak digunakan untuk menulis, adapun kertas yang tidak banyak digunakan untuk menulis maka boleh digunakan untuk beristijmar, juga makruh beristijmar dengan benda yang mempunyai harga, jika dengan beristijmar itu akan menghilangkan atau mengurangi harganya, namun jika setelah istijmar dapat dicuci atau dikeringkan dan dengan itu kembali kepada keadaannya semula maka tidak makruh.
b. Salah satu teks dari kalangan para ahli fikih Mazhab Syafi'iyah tentang masalah ini yaitu : 
           Diisyaratkan bahwa benda yang digunakan untuk beristijmar bukan benda yang terhormat menurut agama oleh karena itu tidak boleh beristijmar dengan benda seperti roti, tulang, termasuk benda yang terhormat menurut agama yaitu benda-benda yang di dalamnya terdapat tulisan tentang ilmu alat agama, seperti ilmu shorof, ilmu hitung, dan ilmu kedokteran, adapun benda yang di dalamnya terdapat tulisan tentang selain itu maka bukan termasuk benda yang dihormati agama, jika didalamnya tidak terdapat ayat-ayat Al Qur'an dan hal-hal lain yang di hormati agama.

          Dari penjelasan-penjelasan diatas kita dapat memahami bahwa islam tidak melarang penggunaan kertas yang murah di dalam beristinja' ketika sakit, takut terserang penyakit, atau takut tertular kuman, jika kertas tersebut dapat menyucikan dan menghilangkan najis.
Menurut saya sebaiknya kita menggabungkan keduanya. yaitu pertama kita menggunakan kertas untuk menghilangkan benda najisnya dan kedua baru kita menggunakan selang air untuk menyucikan tempat keluarnya najis dari warna dan sisa-sisa najis yang masih tersisa tidak menggunakan tangan melainkan menggunakan selang air khusus, dengan begitu kita telah memenuhi tuntutan kedokteran dan tuntutan kesucian.
           Mungkin sebagian kalangan tidak suka dengan kemudahan ini, karena umat ini tidak pernah kosong daripada kelompok orang yang keras, namun hidup jauh lebih kuat dari pada sikap keras, sikap menghindar diri dari tuntutan-tuntutan hidup yang bersifat umum tidaklah layak, karena agama islam adalah agama kehidupan yang menjadikan kebiasaan umum ('urf), maslahat umum dan tuntutan umum sebagai bagian dari pijakan hukumnya, semua masalah yang datang kemudian pada kita adalah masalah far'iyah (cabang) bukan masalah-masalah akidah. Wallahualam.....





sumber berita       :  Ensiklopedi cara beribadah menurut islam, Prof.Dr.H umar Shihab.